Here's everything. Ideas, thoughts, introspection, reflection, faves, escapades. Words, songs, and clips I find inspiring. Also my musings about life, love, death, religions, music, art, politics, and almost all other things...
Apr 9, 2014
Jan 12, 2014
Jan 3, 2014
Jan 1, 2014
Dec 25, 2013
Banksy's Powerful Message of Christmas
Dec 4, 2013
Nov 19, 2011
Bentley dan Keranda Besi

Nov 9, 2011
Antara Percaya dan Tahu -- Dialog Haji Agus Salim dengan Sutan Takdir Alisjahbana

Belakangan ini makin mudah dijumpai orang-orang yg tergolong cerdas, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas mulai asyik bersikap sinis terhadap agama, sekali pun itu agama mereka sendiri. Mereka menjadi terlalu percaya diri dengan inteligensia dan kearifan diri mereka sendiri. Logika dan rasio menjadi acuan langkah mereka sehari-hari, termasuk dalam beribadah dan berhubungan dengan Sang Khaliq. Mereka melupakan bahwa keyakinan adalah bukan hanya mendahulukan 'tahu' tapi diawali dengan 'percaya,' atau kurang lebih seperti dibilang Voltaire: 'faith consists in believing when it is beyond the power of reason to believe.'
Unsur 'percaya' yang dipermudah oleh adanya hidayah pelan-pelan tersingkirkan karena menurut mereka tidak memenuhi standar rasio dan logika manusia. Kemudian mereka mulai mempertanyakan ritual-ritual agama mereka sendiri, sekali pun sudah jelas tuntunannya dalam kitab Allah dan sunnah Rasul. Puasa Ramadan pun dikritik, ritual solat pun digugat, qurban pun disarankan untuk diganti dengan yang lebih 'manusiawi' menurut pemikiran mereka. Lalu semua ritual itu pun pelan-pelan mereka tinggalkan.
Setetes kecil tinta yg menempel di jari itu mulai berlagak di hadapan samudera tinta yang mengelilinginya tapi tak nampak di pelupuk matanya. Raga yang tak tahu kapan dia akan tak bernyawa dan berpisah dengan jiwanya itu mulai merasa lebih bijak dengan menafsirkan semua yang sudah tersurat dengan pengetahuan yang pas-pasan, berujung pada kesimpulan bahwa Sang Pencipta pastilah akan menerima semua manusia asalkan kita semua bersikap baik di dunia --- jadi apa gunanya agama dengan berbagai macam ritualnya?
Lakum dinukum waliya din. Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Tapi begitu aku yakin dengan agamaku aku akan mengutamakan unsur 'percaya' di hadapan semua pengetahuanku.
Ada baiknya kita mengambil pelajaran dari dialog antara dua tokoh bijak dan cerdas di tanah air, Haji Agus Salim dan Sutan Takdir Alisjahbana. Keduanya adalah orang Minang, dan keduanya sangat terpelajar. Salim sendiri waktu itu sudah menjadi orang tua dan sudah pergi haji, selain juga tokoh Islam yang disegani. Sedang Takdir adalah seorang pemuda yang sangat mengagumi pemikiran renaisans Barat, dan kritis terhadap agama. Suatu saat Agus Salim digugat oleh Takdir.
“Saya heran melihat Pak Haji ini, mengapa kok masih sembahyang. Bagi saya sembahyang itu tidak masuk akal,” gugat Takdir.
“Maksud kamu bagaimana?,” tanya Haji Agus Salim.
“Ya, saya tidak mau terima sesuatu yang tidak masuk akal, yang tidak bisa dibuktikan.”
“Oh, begitu. Baik. Kamu kan orang Minang seperti saya, dan sekali-sekali kamu pulang ke Minang, kan?”
“Ya, memangnya kenapa?”
“Nah, kalau pulang kamu naik apa?”
“Naik kapal!”, jawab Takdir (waktu itu belum ada pesawat udara).
“Nah, kamu naik kapal itu sudah tidak konsisten, karena begitu kamu naik ke geladak kapal, maka yang lebih banyak berfungsi itu “percaya”, “bukan tahu”. Percaya bahwa kapal itu pergi ke Padang tidak belok ke Pontianak, percaya bahwa nanti mesinnya tidak macet, percaya bahwa kapal itu tidak pecah, atau karam, pokoknya semuanya percaya. Dan untuk itu semua kamu tidak menunggu sampai paham. Kalau kamu menunggu sampai paham, kamu harus pelajari dulu kapal itu, baru naik kapal, dan itu mustahil!”, kata Agus Salim kepada Takdir. Lalu dia lanjutkan lagi, “Kalau kamu konsisten dengan cara berpikir seperti itu, kalau mudik ke Minang itu harusnya kamu berenang. Dan mekanisme berenang itu belum tentu kamu pahami. Taruhlah kamu paham, nanti berenang menyeberangi Selat Sunda yang di situ terkenal sekali gelombangnya, dan nanti kamu akan diombang-ambingkan oleh gelombang laut. Pada waktu itu kamu perlu pegangan, dalam keadaan putus asa mencari pegangan, ranting pun kamu pegang. Untung kalau ketemu balok yang besar, yang bisa mengambangkan kamu, tapi kalau tidak, ranting pun kamu pegang.”
Jun 30, 2010
And the Awards Go To....

Most Disappointing Teams: who else.... France and Italy!
Most Surprising Team: Japan
Most Resilient Teams: USA and Japan
Most Boring to Watch: Italy, except for the last 10 minutes against Slovakia...:-)
Most Exciting to Watch (and my favorite...): Argentina
Started Good, Ended as a Joke: North Korea
Team on the Rise: Uruguay
Highest Impact Players: Lionel Messi (Argentina), David Villa (Spain)
Most Overrated Players: T Henry (France), Cristiano Ronaldo (Portugal), Wayne Rooney (England)
May 16, 2009
Pak Boed
Nov 9, 2008
'Quantum of Solace': When Bond Shaking and Stirring Revenge and Duty...

So it's no wonder to find people coming out from the cinema comparing James Bond with Jason Bourne. It doesn't help and is unavoidable that they now share the same editors in Richard Pearson and Dan Bradley. It would have been great if these guys had worked on Casino Royale earlier than Bourne series -- that would have made Bond a trendsetter instead of, uncharacteristically, a follower. But that's a huge if...
Thus to enjoy this movie we simply have to get rid of our high expectations after waiting a couple of years for a quality sequel to Casino Royale -- which now proves to be a tough act to follow.
It doesn't mean that this latest Bond installment is a total failure. It is far away from a bad movie at all. There is nothing awkward acting-wise or in the actions and dialogues. Daniel Craig is as convincing as the new Bond as in the prequel -- cold, smileless, humorless, brutal, emotional, and human... farewell to the old calm, cool, calculated Bond as displayed by Connery, Moore, and Brosnan. I am getting used to it and have no objection thanks to Craig's brilliant performance.
Judi Dench needs no introduction; she even plays a bigger part as M here and better than in Casino Royale. Olga Kurylenko is impressive as Bolivian agent Camille. French actor Mathieu Amalric qualifies as a good Bond nemesis, the billionaire environmentalist and Quantum mastermind Dominic Greene, who uses his campaigns to conceal his evil plan to control the world's natural resources and at the click of his finger is able to ruthlessly overthrow governments of developing countries for his organization's benefits.
Two characters from Casino Royale are probably wasted and could have been used more effectively: Jeffrey Wright as CIA agent Felix Leiter and Giancarlo Giannini as retired Italian police René Mathis. However, a nice glimpse from old Bond flicks is shown by Gemma Arterton as MI6 agent Fields, who is sent by M to pick up Bond in Haiti after his license is revoked for his killing spree. The short fling provides the only light spark in the movie; all other parts are simply dark and brutal -- unfortunately this includes how Ms Fields' life ends up at the hand of sadistic Greene.
The actions on the global exotic locations are not disappointing: tire-screeching Aston Martin and Alfa Romeos car chase on the cliff-top of Italian mountain, rooftop bruising action at the same

There is no special gadgets from Q needed by Craig to survive, so I guess it removes a big burden for the director not to have to think of something new like ridiculously fantasized invisible car in one of Brosnan's Bond, for example. At least in Casino Royale Bond still relied on his Aston Martin to save his life when he was badly poisoned. But not in Quantum... all depend on Bond's skills and instincts. Which is better in one aspect -- there is (almost) no obvious product placements... I can't even remember if there is any...
The story line is however which makes me wondering if this movie is worthy of its own separate screening. Why not integrating it at the end of Casino? The idea of Bond sequel is in itself new one. Isn't it similar to Bourne 1-2-3?
Judge yourself if the plotline is engaging enough. Right after Bond successfully tracks and hunts down Mr White and bring him to M, they must deal with an MI6 traitor which leads them to a bank account in Haiti. There Bond meets Camille on a mistaken identity coincidence. Both later find out that they have common mission: vengeance. Bond is a very angry man losing his love of life to blackmail by Quantum. Camille is on track to retaliate against a Bolivian general on exile who murdered, raped, and burned her family during her childhood. Both leads to new, another mysterious mastermind, cruel Dominic Greene.
Bond mixes revenge and duty in this saga. He even manages to track down Vesper's old boyfriend who blackmailed her to betray Bond. But until the end of the story, when he left Dominic alone in the middle of Bolivian desert for his own organization to settle its score with another failed top man, just like when Mr White finished off Le Chiffre in Casino Royale, we are left with the fact that Quantum will remain exist. Bond only spoils a chapter on its many missions to topple governments in the world and control their resources. It's also unclear if Bond comes out of the saga as a man satisfied with his paid-off vengeance. He's probably convinced himself that for a woman to have serious relationship with 007 is bad for her own health. And so Vesper is no exception.
And not to ruin this story of Bond's lost love, vengeance and rage, the relationship between Bond and Camille is kept to professional side.

A sad, dark, brutal saga of lonely spies. Does it in any way remind us of characteristic ending of Bond stories?
In conclusion, it is a must-see spy action flick, but it is Bond going far too personal and I won't put it in the same league with past 007 movies. Oh, by the way, the theme song by Alicia Keys and Jack White, Another Way to Die, doesn't help either. Unlike previous Bond tunes, it lacks of soul, a Bond soul -- just like the disappearance of Bond's trademark intro: "Name's Bond, James Bond."
Sep 15, 2008
A Much Better Kiva

I wrote about Kiva almost a year ago. It was already a very efficient way to practice microcredit to very small-scale entrepreneurs across the globe. Now it has become much better and way so cool thanks to a big change they unleashed a couple of weeks ago with the new Partial Loan Repayments method to replace the full loan repayments. Lenders no longer need to wait until the entire loan is repaid before they can relend it to the long list of small businesses in need of fresh funds.
And this list turns so short and even most of the time it is hard to find those needing the loans. Loan requests are being funded very quickly thanks to sudden availability of credit funds from the partially repaid loans -- it was US $10 million when the historic change was unleashed! If you check the loan request page on Kiva, most likely you will find a similar screen above or at most you will only see a couple of loan requests --- which you will have to act fast to fund if you don't want to get beaten by other lenders eager to release their fund credits.
Check out KivaVision to see who's making loans on Kiva and on which parts of the world they come from. Currently a loan is made every 37 seconds... that is roughly $25 in a half minute, $3,000 in a hour, $72,000 a day, and more than $2.1 million a month...!!!
Aug 24, 2008
Imaginary Meal (Simple thing I learned from my son on how to tame our craving for food.. :-))
To break the ice, here's a video clip of my lil' son Afif creatively trying to kill time and forget his tummy's craving for food while waiting for his kid's meal to arrive on a flight from Jakarta to Yogyakarta few months ago.
Apr 28, 2008
How Unilever Palm Oil Suppliers Are Burning Up Borneo
Judul yang cukup dramatis dan sensasional di atas adalah laporan terbaru dari Greenpeace yang mereka keluarkan Senin minggu lalu, 21 April. Praktis berita ini langsung bikin gempar di Eropa tempat asal Unilever. Demo dilakukan para aktivis dan masyarakat di kantor-kantor maupun pabrik-pabrik Unilever di berbagai kota di Eropa. Media utama Eropa pun tak ada yang ketinggalan memberitakannya.
Tapi entah karena apa, studi yang seharusnya bakal langsung menarik perhatian pembaca ini lepas dari sorotan media utama Indonesia dan Malaysia. Sebagai gambaran mudahnya laporan ini menarik minat pembaca, laporan tersebut langsung menjadi featured article begitu di-upload ke Scribd dan sampai hari ke 3 sudah mendapat lebih dari 300 views.
Masyarakat di kedua negara yang tentunya setiap harinya tak lepas dari produk-produk Unilever seakan sengaja dibuat buta tuli dengan berita yang meski sebenarnya bukan hal sangat baru lagi namun karena kali ini membawa nama Unilever seharusnya impact-nya lebih terasa. Sudah cukup biasakah kita membaca atau mendengar tentang perusakan hutan tropis serta ekosistem fauna dan penurunan drastis populasi fauna liar dan langka termasuk orang utan sehingga media sebagai perantara fakta dan kebenaran take it for granted dan berita besar pun menjadi tidak layak muat lagi?
Hanya Kompas saja yang langsung memberitakannya di hari laporan itu keluar dengan judul yang juga mencolok, dan langsung juga dibantah kebenarannya oleh PR Unilever, meskipun menurut Greenpeace Unilever mengakui bahwa mereka tidak tahu dari mana 20% asal pasokan minyak kelapa sawit mereka. Media besar lain bungkam seakan hal ini bukan sesuatu yang layak diberitakan. Jakarta Post, TempoInteraktif, Republika, Media Indonesia, Detik..... semua sama saja.
Di Malaysia idem ditto. The New Straits Times tutup mulut, Star hanya memuatnya di berita kecil mengenai standar kelapa sawit 5 hari setelah laporan Greenpeace tersebut keluar. Hanya media berbahasa Melayu, Utusan Malaysia, yang memasang berita ini pada hari yang sama dengan Kompas tapi terkesan ragu dan sembunyi-sembunyi karena isinya tidak membicarakan mengenai isi laporan Greenpeace dan judulnya pun tidak menarik perhatian sama sekali.
Kenapa media di kedua negara ini seakan tidak berani menyiarkan studi yang seharusnya membukakan mata masyarakat tentang parahnya kerusakan hutan di Indonesia serta peran penting perusahaan-perusahaan besar di dalamnya? Sedemikian kuatkah Unilever sampai media Indonesia dan Malaysia sukarela membungkam diri sendiri?
Pembaca sekilas laporan yang sengaja memancing perhatian dengan nama Unilever di judulnya ini --- taktik mencari sensasi yang tidak jarang dipakai oleh Greenpeace terlepas dari aktivitas mereka yang sangat positif dan influential selama ini --- mungkin akan terkecoh dan menerima apa adanya bahwa Unilever-lah dalang semuanya. Pemerhati yang membaca sampai halaman akhir akan menemukan bahwa hal yang lebih besar sebenarnya terletak di kandungan laporan tersebut. Dengan kata lain, bukan Unilever-nya saja yang seharusnya menjadi fokus pembicaraan tetapi lebih dari itu, siapa saja sih para pemasok utama Unilever ini?
Ketujuh pemasok utama ini berdasar share mereka dalam pasar kelapa sawit Indonesia adalah Sinar Mas, Asian Agri, Astra Agro, Sime Darby, ADM-Kuok-Wilmar, Musim Mas, dan IOI. Ketiga terbesar pertama serta Musim Mas adalah raksasa bisnis kelapa sawit Indonesia -- Sinar Mas adalah perusahaan plantation kelapa sawit terbesar di Indonesia. Asian Agri adalah anak perusahaan Raja Garuda Mas milik Sukanto Tanoto. Sime Darby dan IOI adalah dua dari konglomerat terbesar di Malaysia --- Sime Darby adalah perusahaan plantation kelapa sawit terbesar di dunia! ADM-Kuok-Wilmar adalah kongsi perusahaan besar Amerika, Malaysia dan Singapura.
Sekali kita tahu siapa di belakang pasokan Unilever ini, nama Unilever menjadi berkurang signifikansinya karena raksasa-raksasa ini juga memasok ke Nestle, Carrefour, P&G, dll. Sebagian pasokan ini disalurkan lewat Cargill, trader kelapa sawit besar yang merupakan privately-owned company terbesar di dunia.
So, benarkah media Indonesia dan Malaysia sembunyi dari laporan ini karena nama besar para godzilla ini (dan apa pun bentuk implikasi yang muncul dari nama besar ini...)? Wallahualam... Mungkin benar kata pepatah... it requires a very unusual mind to undertake the analysis of the obvious...
Apr 18, 2008
This Blog's Reading Level
I had nothing to lose to try it and not too surprised to get the following result:

So, is it good or bad? Frankly, I had expected much below high school reading level. I am hoping whoever can read is able to digest easily what I write. I am sure I never use English words only those spelling bees have ever heard or tenses I only memorized for school exams years ago...
I tried out several samples and was feeling good that the same reading level was required to read Jakarta Post or NY Times for example. I should even be feeling much better to see that it takes a genius to read the English version of Tempo Interaktif. But then I realized that it even gave a rating for non-existing sites. So, don't take this tool too seriously...
If you want more comprehensive test for your blogs, try WebsiteGrader from HubSpot. This free SEO tool site measures the marketing effectiveness of a website, including its readibility level. To my delight, out of a grade of only 56/100 that I get for my blog, my blog's readibility level is merely elementary school level..! That's consistent with its G rating as well. For me, it can't be better than this...

Jan 27, 2008
Tuhan 1, Pak Harto 0
Ketika raga meregang menahan sakit luar biasa melepas nyawa kembali kepada Yang Maha Kuasa, tak semestinya ada sesal dan sebal dari kita manusia yang ditinggalkannya yang merasa pengadilan buat pak Harto di dunia belum ditegakkan seadil-adilnya karena itu sama dengan mempertanyakan keputusan Tuhan. Karena pengadilan manusia oleh manusia lainnya, sekalipun andaikata ada 1000 pengadil yang disebut sebagai para Hakim Agung, tak akan pernah mencapai tingkatan adil yang sejati. Apalagi untuk pribadi sekompleks pak Harto dengan jasa-jasanya yang tidak bisa dipungkiri besarnya bagi negara, bangsa dan rakyat Indonesia. Demikian pula dengan kejahatan serta dosa-dosa beliau yang sayangnya peradilan di Indonesia telah gagal membuktikannya sampai akhir hayat beliau... sesulit menemukan segunung bangkai dan membuktikan kewujudannya meski mereka sendiri bisa mencium bau busuknya.
Hanya waktu yang akan menentukan bagaimana kita menempatkan pak Harto dalam bingkai sejarah bangsa dan mungkin dunia. Apakah beliau benar-benar salah satu putra terbaik bangsa ataukah beliau akan diingat sepanjang jaman dalam wacana sejarah sebagai pemimpin bertangan besi yang selalu tersenyum sementara tangan beliau penuh darah dan dosa khianat atas kepercayaan rakyat?
Untuk pendukung setia maupun mantan korban serta musuh pak Harto, perlu disadari bahwa jilid satu babak kehidupan beliau sudah selesai dan tidak bisa lagi ditulis ulang. Babak kedua yang berisi pengadilan sejati dan seadil-adilnya atas peran beliau di babak satu kehidupannya di dunia sedang dan hanya bisa ditulis oleh Sang Khalik. Tuhan tak pernah tidur, demikian pula para malaikat pencatat amal dan dosa suruhanNya. Juga neraca akhirat tak pernah perlu ditera ulang. Satu butir pasir halus amal akan tertulis rapi di rapor semua manusia, begitu pula satu atom dosa yang kasat mata manusia pasti akan tertangkap tinta merah pena malaikat pencatat.
Bagi yang merasa bahwa kematian telah meloloskan pak Harto dari pengadilan di dunia, ingatlah bahwa pengadilan di alam baka adalah yang paling sempurna keadilannya dan tidak ada yang bisa lepas darinya. Sementara yang sekarang berlomba mengantar tribut serta mencoba memperbaiki nama baik beliau, ingatlah bahwa semuanya tak akan ada gunanya. Hanya kemahabijakan Tuhan yang menentukan tempat akhir yang paling tepat untuk pak Harto... bukan dalam bingkai sejarah bangsa atau dunia yang fana semata, tapi dalam alam kekal yang wujud bersama kehadiranNya.
Selamat jalan pak Harto. Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun...
Nov 28, 2007
Free and Easy Ways to Help Good Causes
Would you feel better if while doing those routines you could actually help good causes in various parts of the world? If you think that's a good idea here are some fast, free (and perhaps fun) ways to contribute -- albeit in miniscule portion -- as a conscious citizen of the world.
1. Free donation by clicking


2. Free donation by searching the internet

If you can get away from Google and start trusting Yahoo! you should find this alternative worthwhile to try or even to make as your default search engine.
3. Donate free rice by playing vocabulary game

This site has been operating since early October 2007 and donating more than 100 million of grains of rice daily to the United Nations World Food Program for cumulative of almost 4 billion of grains of rice as of today! I am not sure how FreeRice will match these numbers in terms of tons or kilograms...
If you want to go one step further, practicing microcredit by giving loans to small business entrepreneurs in the developing world -- from Indonesia to Tanzania to Ukraine -- is a viable alternative. In this scenario, Kiva is a site worth visiting. It lets you connect one-to-one with small businesses in the developing world which needs low/no-cost microfinancing to advance their activities. Kiva partners with microfinance insitutions all over the world to reach its goals.
The process flow works like in this diagram (taken from Kiva's website):

Nov 11, 2007
How To Back Up Your Blog
Fortunately there are several free, fast and easy ways to do so. Here are what I have done so far to have a peace of mind.
1. If you use Blogger the easiest way comes with its setting.
2. Use BlogBackUpOnline
You can have full back up once you have added your blogs to the list and then daily backups on scheduled time (that you can set) will back up new and modified entries.
This site also gives you an option to export the backups to your own computer.
3. Use Blogger Backup Utility freeware
4. The last alternative works if your blog is hosted on new version of Blogger. I found this simple approach in an unofficial website about Google operating system. You can either display all your blog entries on the original format:
http://blogname.blogspot.com/search?max-results=1000
or on the XML feed format:
http://blogname.blogspot.com/feeds/posts/default?max-results=1000
And to back up your comments:
http://blogname.blogspot.com/feeds/comments/default?max-results=1000
The number '1000' reflects the max number of posts you want to display. You can check the current number of your blog posts on the blog dashboard.
You can then save the output of either approach above to your computer. If you are more paranoid than most people, you can proceed further to Furl it to save them online for your back up of backups.