Jul 4, 2006

Nation of Fear?

Hari ini adalah US Independence Day, tepatnya ulang tahun kemerdekaan negara ini yang ke 230. Usia yang sangat matang untuk sebuah negara. Tapi apakah kematangan usia ini dibarengi dengan kemajuan dalam aspek-aspek bernegara serta penyelenggaraan kenegaraan?

Saya cukup beruntung pernah mengalami tinggal dan hidup di dalamnya, bermasyarakat, mencoba menghayati kehidupan dan budaya orang-orang di sini, melebur bersama mereka, mencoba memahami apa yang mereka suka dan tak suka, mengetahui langsung dari sumbernya mengenai pandangan mereka tentang dunia serta posisi negara mereka dalam konstelasi dunia. Selain itu, saya tinggal dalam beberapa kurun masa yang berbeda: tahun 1991-1994 di masa sekolah di Austin, 2001-2003 waktu bekerja di Houston, beberapa kali trips in between serta sekarang ini selama 3 bulan di Houston lagi.

Kurun waktu tersebut bisa dibagi menjadi 3 kategori: pre 9-11, selama 9-11, dan post 9-11. Pembagian secara kasar ini works well in my case. Banyak sekali perbedaan dalam kehidupan bernegara dan sosial selama kurun waktu 15 tahun ini. Sebelum 9-11, negara ini benar-benar the nation of dream buat banyak orang dari seluruh dunia. Mereka datang dengan modal skills, determination, perseverance, and faith on themselves, dan mencapai sukses yang mungkin susah dicapai di negara-negara mereka sendiri. Arti 'freedom' terasa dalam kehidupan sehari-hari. Meski dibilang 'the Big Brother is watching you' tapi tidak ada rasa takut sama sekali di masyarakat bahwa freedom mereka akan tercabut. Berbagai macam orang dari berbagai negara dengan latar belakang budaya dan agama serta kepercayaan yang berbeda-beda bisa tinggal dengan damai di negara ini. Mudah sekali buat umat Islam untuk menjalankan ibadah solat mereka di manapun tiba saatnya tanpa orang-orang lain memperhatikan mereka dengan kecurigaan, demikian buat umat agama lain. Hatred atau kebencian sangat minimal di antara masyarakat yang sangat plural di sini. Paling banter hanya kasus klasik seperti KKK dan sejenisnya yang menjadi contoh hatred di antara masyarakat.

Perbedaan paling nyata terjadi sejak 9-11. Peristiwa ini benar-benar seperti titik balik dari pencapaian negara ini sejak ratusan tahun yang lalu. Terlepas dari kebenaran versi yang ada selama ini serta begitu banyak conspiracy theories yang terlontar, peristiwa ini seperti point of no return buat negara ini. Mungkin tidak ada peristiwa yang impact nya sebesar 9-11 di negara ini sejak Civil War.

Kehidupan masyarakat berubah. The nation of dream is slowly becoming the nation of fear. Setiap hari di media, masyarakat disuguhi dengan berita tentang terrorisme, komplit dengan alert level yang berubah-ubah sesuai dengan mood politik pemerintah Bush. Profil para teroris muncul memenuhi layar TV. Ancaman teror muncul di mana-mana, dari mulai dirty bomb sampai bom gas dan banyak lagi yang lebih canggih. Berita tentang keberhasilan polisi serta FBI mematahkan rencana para teroris sering muncul di saat suasana sudah mulai tenang. Al Qaeda muncul mendadak entah dari mana menjadi organisasi paling berbahaya di dunia, sekaligus organisasi paling suka show-off. Sejak kapan teroris menjadi begitu demen posting di internet serta muncul di TV mengumumkan mengenai aktivitas, pandangan serta rencana mereka ke depan? Hampir semua peristiwa teror di dunia langsung dikaitkan dengan Al Qaeda tanpa ada penyelidikan lebih dahulu.

Peran media sangat besar dalam membentuk opini masyarakat. Apalagi rakyat Amerika cenderung percaya sepenuhnya kepada mainstream media (MSM), baik itu established papers seperti USA Today, New York Times, Washington Post, LA Times, atau jaringan televisi CNNABCCBSNBCFOX. Rakyat Amerika jarang merasa perlu double check apakah yang disampaikan MSM tersebut benar adanya meski banyak alternative media sekarang ini, apalagi dengan adanya internet. Akibatnya siapa yang menguasai MSM dialah yang menguasai opini rakyat.

Sayang terlalu banyak MSM yang dengan senang hati menjadi penabuh genderang perang terhadap terorisme yang dilontarkan pemerintahan Bush selama ini. Washington Post yang cukup terhormat pun tak lepas dari status ini. NY Times dengan jurnalis andalan mereka seperti Judith Miller dan Thomas Friedman (ini sayangnya adalah salah satu kolumnis favorit presiden kita SBY) aktif mendukung setiap kebijakan Bush dengan kepandaian mereka menulis berita dengan memutarbalikkan fakta yang ada dan menyembunyikan kebenaran yang sejati.

Untuk televisi, FoxNews adalah contoh media paling bias di Amerika. Kebohongan yang dibungkus dengan kemasan yang baik mudah ditelan oleh para pemirsa yang tidak kritis. Setiap penentang kebijakan Bush selalu digambarkan sebagai unpatriotic. Semua kebijakan Bush sekali pun yang paling kontroversial diketengahkan sebagai upaya untuk menangkal bahaya serangan terorisme di negeri mereka. So it's better to attack the terrorists outside the country before they attack the USA.... ini slogan mereka yang merupakan kepanjangan tangan policy Bush.

Talk shows yang ada di FoxNews maupun di banyak conservative radios seperti menambahkan bahan bakar ke dalam api perang yang digembar-gemborkan kebijakan Bush. Semakin susah dibedakan antara facts and lies di dalam talk shows yang ada, sehingga para pemirsa dan pendengar menjadi salah memahami facts from lies atau sebaliknya. Rush Limbaugh, Ann Coulter, Bill O'Reilly, Michael Savage, Don Imus, Daniel Pipes, dan masih banyak lagi talk show hosts atau kolumnis adalah contoh the big liars dengan mulut dan pena tajam berbisa dan latar belakang pendidikan yang bukan asal-asalan. Banyak lulusan Harvard dan Ivy League lainnya yang menjadi motor penggerak opini publik ini. Benar kata pepatah bahwa orang paling berbahaya adalah orang pintar yang menggunakan kepandaian mereka untuk kejahatan, termasuk kejahatan informasi.

Seakan-akan itu semua belum cukup, genderang perang serta kebencian ini masih ditabuh lagi oleh beberapa pemuka agama Kristen evangelist seperti Pat Robertson, Jerry Falwell, Franklin Graham, John Hagee, dll. Mereka menyerukan kepada umat mereka bahwa musuh utama Amerika adalah Islam itu sendiri. Tidak jarang mereka menyampaikan pandangan bias mereka terhadap umat Islam dan Islam sebagai agama. Jerry Falwell menyebarkan nasihatnya ke umatnya bahwa nabi Muhammad adalah teroris. Franklin Graham bilang bahwa Islam adalah "wicked, violent and not of the same god." Pat Robertson berpendapat kepada publiknya bahwa Muslim berencana menguasai dunia serta mereka adalah 'satanic.' Ini semua hanya mengobarkan hatred publik kepada umat Muslim. Banyak sekali backlash yang terjadi kepada organisasi Islam serta umat Muslim setiap harinya seperti selalu dimonitor dan dilaporkan oleh CAIR.

Untuk semakin menekankan pentingnya menghadapi bahaya terorisme, pemerintah Bush tidak tanggung-tanggung dalam melakukannya. Jika perlu, privacy rakyat Amerika boleh dikorbankan demi slogan mereka. Terbukanya kedok wiretapping yang selama ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan telekomunikasi terhadap panggilan telepon hampir semua warga Amerika untuk melayani permintaan National Security Agency (NSA) membuktikan tidak bebasnya lagi masyarakat dari pengawasan pemerintah mereka. Jika dulu hanya rumor saja bahwa the Big Brother is watching you, sekarang hal ini bukan rahasia umum lagi. Lagi-lagi, media mainstream dengan senang hati mendukung policy pemerintah ini, meski sebelumnya pemerintah Bush membantah bahwa mereka sengaja melakukannya.

Sudah bukan rahasia pula bahwa pemerintahan Bush juga sudah lama memonitor aktivitas warganya dalam menjelajahi internet sites. Demikian pula halnya dengan buku-buku yang publik pinjam dari perpustakaan umum pun tak lepas dari monitor pemerintah.

Masih belum cukup dengan semuanya itu, bocoran terakhir di beberapa media menyoroti mengenai pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap setiap transaksi perbankan setiap warga tak terkecuali. Alasan yang dikemukakan adalah untuk mengetahui apabila ada transfer dalam jumlah besar ke organisasi-organisasi yang mereka tuduh sebagai pendukung terorisme.

Praktis tidak ada yang terlepas dari pengawasan 'the Big Brother.' Sayangnya media yang mendominasi publik sepertinya hanya take them all for granted saja. Kalaupun ada ketidaksetujuan itu tak akan bertahan lama dan debat yang terjadi terasa setengah-setengah.

Munculnya media alternatif yang kebanyakan ada di internet seperti Commondreams, Counterpunch, Antiwar, Smirking Chimp, dan masih banyak lagi lumayan untuk menambah daya saing kubu liberal. Namun sayang sekali akses ke media ini kebanyakan hanya menarik perhatian publik yang kritis saja. Jarang sekali masyarakat kebanyakan yang merasa perlu melirik versi lain dari yang sudah ada di MSM dan TV sekedar untuk double check atau sebagai pembanding.

Jadi sekarang ini publik Amerika seperti dihadapkan ke dua kubu yang semakin jarang sekali mencapai kesepakatan pandangan dan kebijakan. Kalau dulunya Amerika dihadapkan kepada kubu Republik vs Demokrat saja, sekarang kubu yang berlawanan ini meluas ke Konservatif vs Liberal, Right vs Left. Republik identik dengan konservatisme serta right wing, sementara Demokrat identik dengan liberalisme serta left-wing. Malah pihak konservatif semakin jauh memojokkan pihak liberal sebagai sosialis yang berpaham mendekati komunis. Mereka menganggap pihak liberal adalah non patriotik karena menentang invasi Amerika ke Afghanistan dan Irak. Anehnya, kebanyakan tokoh Republik yang menganggap diri mereka patriot sejati adalah chickenhawk, yang artinya hanya berani sebatas omongan saja tapi tidak pernah terjun ke perang yang sesungguhnya, misalnya semasa perang Korea atau Vietnam. Bush, Cheney, Rumsfeld, Rove, dan masih banyak lagi tokoh Republik adalah chickenhawks. Kebanyakan tokoh Demokrat adalah veteran perang Korea atau Vietnam.

Sejauh ini belum ada media dominan yang lebih bersimpati ke pihak liberal. Kebanyakan MSM condong ke Republik serta kaum konservatif. Contoh paling jelas adalah FoxNews. Lucunya, motto jaringan TV milik Rupert Murdoch ini adalah 'fair and balanced.'

Jadi sekarang Amerika bukan hanya nation of fear, tapi juga nation of divided. Citra Amerika sebagai nation of dream dan nation of freedom semakin kabur dan menghilang. Namun bagaimanapun juga, sebagai bangsa, Amerika adalah bangsa yang besar. Tidak secara kebetulan bahwa mayoritas penemuan besar dunia dimulai dari sini seperti misalnya listrik, telepon, pesawat terbang, mobil, internet, dan masih banyak lagi. Tidak hanya dengan membalik tangan juga budaya mereka bisa demikian mendominasi budaya dunia saat ini. Di bidang pendidikan, Amerika masih akan tetap yang leading di dunia untuk hampir semua bidang teknologi, rekayasa, maupun ilmu-ilmu sosial. Peran mereka sebagai polisi dunia juga mereka bangun dari mulai dasar, dimana 230 yang lalu negara ini hanyalah bagian kecil dari kancah politik dunia.

Kebesaran negara ini sekarang dalam tahap ujian yang sangat crucial. Kebanyakan langkah yang diambil oleh pemerintah yang berkuasa sejak beberapa tahun yang lalu malah surut ke belakang. Di masa akhir pemerintahan Clinton, Amerika adalah negara dengan surplus ekonomi yang besar. Sekarang di masa Bush, defisit ekonomi mereka akan membebani beberapa generasi ke depan. Masih ditambah lagi dengan citra negara ini yang memburuk di mata semua negara Islam serta even di mata negara-negara maju lainnya.

Diperlukan langkah yang berani dan besar untuk memutar haluan lagi ke arah yang benar. Dan ini bukan hal yang mudah dengan berkuasanya megalomaniak yang tidak merasa canggung mengutarakan lies sebagai facts dan mislead publik ke arah krisis berkepanjangan serta mengantar negara menjadi nation of fear, hatred and the divided. Only time will tell.

Kadang saya berangan-angan apakah yang akan dilakukan Saladin andaikata ini terjadi di masa abad pertengahan dahulu.